Apa sebenarnya yang membedakan cita-cita dengan impian? Sebelum kita bahas lebih lanjut, kita cek dulu definisi cita-cita dan impian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Cita-cita adalah (1) keinginan (kehendak) yang selalu ada dalam pikiran, (2) tujuan yang sempurna (yang akan dicapai atau dilaksanakan).
Impian adalah (barang) yang diimpikan, barang yang sangat diinginkan.
Setelah membaca definisi kedua kata tersebut, jelas terlihat perbedaannya. Kalau cita-cita hanya sekedar ingin sementara impian menggunakan tambahan kata “sangat” ingin. Jadi kalau melihat dari sudut kekuatan keinginan, impian lebih kuat dibandingkan dengan cita-cita.
Itulah sebabnya, cita-cita seseorang bisa berubah. Tapi impian seseorang jarang berubah. Seseorang saat ditanya cita-cita masa kecil, jawabannya keren-keren. Ada yang jawab dokter, insinyur, pilot, polisi dan sebagainy. Tapi saat sudah dewasa, cita-citanya mayoritas berubah. Tidak lagi ingin jadi dokter atau insinyur, bisa jadi tiba-tiba jadi seniman.
Hal ini dikarenakan, saat kecil anak-anak melihat profesi-profesi tersebut tampak keren. Apalagi dengan seragam yang rapi, sungguh mempesona penampilannya. Tapi begitu beranjak dewasa, seseorang mulai memahami passionnya, bakatnya, maka seragam tidak lagi menjadi faktor yang menentukan cita-citanya. Dengan memahami passionnya, seseorang akan melakukan apapun agar bisa melakukan passionnya.
Passion inilah yang membedakan seseorang dalam mencapai cita-cita dan impiannya. Cita-cita biasanya tanpa disertai passion, tapi kalau impian, sudah pasti didasari oleh passion. Maka, mulailah menggali passion anak-anak kita sejak dini. Agar cita-citanya sejalan dengan impiannya. Apabila cita-cita sudah sejalan dengan impian, mudah bagi orang tua untuk mengarahkannya. Jangan sampai orang tua mengeluarkan stupid cost yang besar karena tidak memahami passion anaknya.
Contoh saya, sejak kecil bercita-cita menjadi dokter. Pertengahan jalan ketahuan kalau saya ternyata tidak kuat melihat darah. Maka buyarlah cita-cita menjadi dokter. Tapi saat itu saya belum menyadari bahwa menjadi dokter bukanlah impian saya. Aktivitas yang paling saya sukai adalah mendengarkan curhat orang lain. Dan ternyata, itulah yang menjadi impian saya. Keinginan untuk mendengarkan curhat orang lain dan memberikan support kepada mereka terus muncul dan semakin hari semakin kuat.
Dan seperti pepatah mengatakan, life begin at 40. Kehidupan saya menjalani profesi Solver dimulai saat usia 40 tahun.
Kalau dilihat dari sisi usia, saya termasuk terlambat mencapai impian saya. Tapi dari sisi pencapaian, lebih baik terlambat daripada tidak berusaha mencapainya sama sekali.
Jadi, jangan pernah berhenti mengejar impianmu. Saat engkau mempunyai impian, pegang erat, lakukan yang terbaik untuk meraihnya. Jangan biarkan siapapun mencoba menghalangimu untuk meraihnya. Yakin, Allah akan memberikan jalan bagi orang yang bersungguh-sungguh.